Minggu, 08 Januari 2012

Tugas ISD

E. Warganegara dan Negara


Negara, Warga Negara, dan Hukum

Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authory) yagn mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Oleh karena itu Negara mempunyai dua tugas yaitu :

1. Mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang asosial, artinya yang bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan

2. Mengorganisasi dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya atau tujuan sosial.


Ciri-ciri dan sifat hukum

Ciri hukum adalah :

- Adanya perintah atau larangan

- Perintah atau larangan itu harus dipatuhi oleh setiap masyarakat


Sumber hokum formal antara lain :

- Undang-undang (statue)

- Kebiasaan (costun )

- Keputusan hakim (Yurisprudensi)

- Traktaat ( treaty)

- Pendapat sarjana hukum


Negara

Negara merupakan alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan mansia dalam masyarakat


Bentuk Negara :

1. Negara kesatuan (unitarisem)

2. Negara serikat ( federasi)


Unsur-unsur Negara :

1. Harus ada wilayahnya

2. Harus ada rakyatnya

3. Harus ada pemerintahnya

4. Harus ada tujuannya

5. Harus ada kedaulatan


Orang-orang yang berada dalam wilayah satu Negara dapat dibedakan menjadi :

1. Penduduk
2. Bukan penduduk

Untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi warganegara, digunakan dua criteria:

1. Kriterium kelahiran
2. Naturalisasi atau pewarganegaraan


Studi Kasus:

Proses Naturalisasi 5 Pemain Terus Berlanjut


TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Kisruh di tubuh timnas usai menuai kekalahan dari Bahrain dalam lanjutan babak ketiga Pra-Piala Dunia 2014 lalu membuat banyak orang khawatir.

Tidak terkecuali lima pemain asing yang rencananya akan dinaturalisasi menjadi WNI yakni Victor Igbonefo,Greg Nwokolo, Jhoni van Beukering,Sergio van Dijk, dan Stefano Lilipaly.

Bahkan akibat peristiwa itu, ada rumor berkembang bahwa kelima pemain itu berpikir ulang untuk mengubah kewarganegaraan mereka. Ucapan PSSI yang tak akan memakai pemain naturalisasi dalam timnas beberapa waktu lalu semakin menegaskan hal itu.

Tak ingin melihat kondisi makin keruh, mantan Ketua Badan Tim Nasional (BTN) yang juga penaggung jawab naturalisasi pemain, Iman Arif buka suara. “Rumor itu tidak benar. Kelima pemain itu masih ingin menjadi WNI. Sumpah kelima pemain tersebut akan dilakukan pada 10 Oktober mendatang,” kata Iman saat ditemui di Amadeus CafĂ©, FX Mall, Jakarta, Jumat (16/9/2011).

Andai prosesnya lancar, Iman melanjutkan, kelima pemain tersebut bisa dipakai pelatih timnas senior Indonesia, Wim Rijsbergen untuk melakoni laga melawan Qatar, November mendatang.

“Proses dari pengambilan sumpah hingga pembuatan paspor kurang lebih memakan waktu hingga tiga minggu. Artinya jika semuanya lancar, mereka sudah bisa mengenakan seragam merah putih melawan Qatar,” kata Iman.


SUMBER : http://id.berita.yahoo.com/proses-naturalisasi-5-pemain-terus-berlanjut-140338537.html





F.Pelapisan Sosial Dan Kesamaan Derajat

Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat

Dalam kehidupan bermasyarakat kita manusia mempunya lebih dari satu kedudukan. Kedudukan hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan kedudukannya disebut peranan. Peranan menentukan hal yang di ciptakan masyarakat kepada diri nya atau tingkah laku masyarakat terhadap diri seseorang tersebut.
Dalam hal ini pelapisan social merupakan bagian dari kedudukan tersebut, berikut adalah
Terjadi nya pelapisan social
§ Terjadi dengan sendiri nya.
Proses pelapisan social ini bukanlah unsure kesengajaan melainkan secara alamiah atau bakat yang dimiliki orang yang bersangkutan dan semacam nya. missal nya karena kesaktian, usia tua, pembuka tanah daerah sekitar, kecerdasan, dan lain sebagainya.
§ Terjadi dengan di sengaja.
Proses pelapisan social ini merupakan pembagian kerja berdasarkan keahlian atau sudah menjadi kesepakan dalam suatu lembaga pekerjaan, pemerintahan dan semacam nya. Pembagian kerja ini digunakan untuk mempermudah pekerjaan. Dalam pelapisan social ini jelas ada kekuasaan dan wewenang juga ada peraturan yang harus di taati. Pelapisan social di sengaja terbagi dalam dua bagian, yaitu :
I. Sitem Fungsional. Pembagian kerja terhadap yang tingkat nya berdampingan haus aling bekerja sama dengan yang berkedudukan sederajat, dimaksudkan agar ada keselarasan kerja dan saling kompak untuk memerintah bawahan antar cabang atau semacam nya.
II. Sistem Scalar. Pembagian kerja vertical dimana pemenggang kekuasaan tertinggi ialah mereka yang mempunyai jabatan tertinggi.

Kesamaan Derajat
Kesamaan derajat merupakan cita –cita seluruh bangsa, san selalu di perjuangkan akhir-akhir ini. Kesamaan derajat yang di maksud seperti memperjuangkan hak hak asasi manusia, hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, hak untuk merdeka dari segala macam penjajahan dan sebagai nya. Oleh Karena itu Indonesia harsu tetap bersikeras memperjuangkan kesamaan derajat tiap bangsa seperti yang telah di tuangkan dalam undang undang dasar 1945 tentang hak asasi manusia bahwa , tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Massa dan Elite
Dalam pengertian umum elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Ada dua kecenderungan untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu : perama menitik beratakan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat mral. Kedua kecenderungan ini melahirkan dua macam elite yaitu elite internal dan elite eksternal, elite internal menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problem-problem yang memperlihatkan sifat yang keras masyarakat lain atau masa depan yang tak tentu.
Isilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spotnan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tetapi yang secara fundamental berbeda dengannyadalam hal-hal yang lain.
Ciri-ciri masa adalah :
§ Keanggotaan nya berasal dari semua lapisan masyarakat
§ Kelompok yang anonym
§ Sedikit saling tukar informasi


Studi Kasus :

Pergeseran Status Sosial dalam Masyarakat Bugis-Makassar


Sistem kemasyarakatan lama Bugis-Makassar, terbagi atas tiga tingkatan (kasta). Pertama: ana’ karaeng (Makassar), menempati kasta tertinggi dalam stratifikasi sosial kemasyarakatan. Mereka adalah kerabat raja-raja yang menguasai ekonomi dan pemerintahan. Kedua: tu maradeka (Makassar), kasta kedua dalam sistem kemasyarakatan Bugis-Makassar. Mereka dalah orang-orang yang merdeka (bukan budak atau ata). Masyarakat Sulawesi Selatan (Bugis-Makassar) mayoritas berstatus kasta kedua ini. Ketiga: ata, sebagai kasta terendah dalam strata sosial. Mereka adalah budak/abdi yang biasanya diperintah oleh kasta pertama dan kedua. Umumnya mereka menjadi budak lantaran tidak mampu membayar utang, melanggar pantangan adat, dll.

Seiring dengan perjalanan waktu ketika sistem kerajaan runtuh dan digantikan oleh pemerintahan kolonial, stratifikasi sosial masyarakat Bugis-makassar berangsur luntur. Hal ini terjadi karena desakan pemerintah kolonial untuk menggunakan strata sosial tersebut. Selain itu, desakan agama (Islam,red) yang melarang kalsifikasi status sosial berdasarkan kasta. Pengaruh ini terlihat jelas menjelang abad 20, dimana kasta terendah, ata, mulai hilang. Bahkan, sampai sekarang kaum ata sudah sulit ditemukan lagi, kecuali di kawasan pedalaman yang masih dipengaruhi sistem kerajaan.

Setelah Indonesia merdeka, 2 kasta tertinggi, yaitu ana’ karaeng dan tu maradeka juga berangsur mulai hilang dalam kehidupan masyarakat. Memang pemakaian gelar ana’ karaeng, semisal Karaenta, Petta,Puang, dan Andi masih dipakai, tetapi maknanya tidak sesakral dulu lagi. Pemakaian gelar kebangsawanan tersebut tidak lagi dipandang sebagai pemilik status sosial tertinggi. Lebih banyak dipakai karena alasan keturunan dan adat istiadat.

Dalam lingkup NKRI pula, 3 kasta dalam masyarakat Bugis-Makassar dianggap menjadi hambatan. Sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia, sedikit banyak menyudutkan stratifikasi sosial ini. Oleh karenanya, sosialisasi untuk tidak mengedepankan strata sosial lama terus digalakkan oleh pemerintah. Makna kasta sengaja dikecilkan dalam lingkup keluarga, bukan untuk dibawa dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Persamaan hak serta kebebasan menjadi alasan utama kenapa stratifikasi ini sengaja dikerdilkan dalam iklim demokrasi.

Pergeseran Status Sosial
Perkembangan kehidupan masyarakat Bugis-Makassar yang cepat ikut menggerus nilai lama yang dianutnya, yaitu pengkastaan seperti yang disubutkan di atas. Hal ini terlihat jelas terutama di wilayah perkotaan. Gelar kasta tidak lagi dianggap sebagai penentu tinggi rendahnya status sosial seseorang di mata masyarakat. Sedikit berbeda dengan wilayah pelosok yang masih kental dengan unsur feodalis. Dimana 2 kasta tertinggi masih menempati posisi tinggi. Seperti yang terlihat di beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Walaupun, mereka dihormati sesuai dengan banyaknya harta serta kedudukan di birokrasi pemerintahan.

Penulis mengamati beberapa faktor yang mempengaruhi status sosial dalam kehidupan masyarakat Bugis-Makassar. Pertama: posisi di bidang pemerintahan. Kesempatan yang sama diberikan Ana’ karaeng, Tu maradeka, maupun ata untuk menduduki jabatan di pemerintahan. Siapa pun yang menjabat, pasti akan mendapat penghormatan lebih di mata masyarakat. Sekalipun ata, tapi punya jabatan strategis, pasti dihormat dan mendapatkan status sosial tinggi di masyarakat. Kedua: kekayaan. Sudah menjadi ketentuan umum, mereka yang punya capital melimpah akan dihormati. Begitu juga dalam masyarakat Bugis-Makassar, seseorang yang punya harta lebih banyak akan dihormati. Sebenarnya, hal ini bukanlah cerita baru, melainkan sudah ada sejak turun temurun. Kemudian yang terakhir: tingkat pendidikan. Pengaruh tingkat pendidikan sesorang juga berperan sentral dalam menentukan status sosialnya. Sistem pendidikan sudah berbeda jauh dengan masa lampau, dimana mereka yang bisa mengecap pendidikan adalah kasta tertinggi. Sekarang, semua warga negara diberikan kesempatan sama untuk mengecap pendidikan. Sehingga, tidak ada lagi dominasi pengetahuan yang terbatas pada kalangan atas saja.

Terkait dengan hal di atas, saya pernah menjumpai kasus yang menarik di salah satu kecamatan di Kabupaten Jeneponto, Kecamatan Rumbia. Di daerah tersebut banyak tinggal bija karaeng (keluarga raja/bangsawan) yang tersebar di beberapa desa. Secara turun temurun, kepala pemerintahan dijabat oleh bija karaeng tersebut, baik tingkat desa/kelurahan maupun camat sendiri.Hanya saja dalam 1-2 dekade terakhir, jabatan struktural pemerintahan tidak lagi diduduki oleh mereka dan digantikan oleh orang biasa. Pernah terjadi gejolak, bija karaeng merasa keberatan dengan kondisi tersebut. Akan tetapi, keberatan mereka tidak digubris oleh pemerintah. Setelah ditelusuri, memang syarat untuk menduduki jabatan dipemerintahan tidak mereka penuhi, misalnya pendidikan. Selain itu, kapital tidak lagi didominasi oleh mereka. Kedua hal tersebut diyakini menjadi faktor utama menagapa hal tersebut terjadi. Bahkan, camat yang saat ini menjabat bukan berasal dari kasta tertinggi. Menurut pengakuan Camat yang saat ini menjabat, dia dipanggil karaeng oleh rakyatnya, padahal silsilah keturunannya dari rakyat biasa. Dia dipanggil karaeng lantaran jabatan strukturalnya, bukan keturunannya.

Kasus di atas bisa menjadi gambaran terjadinya pergeseran status sosial di masyarakat Bugis-Makassar. Dimana status sosial tidak lagi didasarkan pada keturunan, kasta, maupun stratifikasi sosial lama. Jabatan struktural di pemerintahan, kekayaan, serta tingkat pendidikan lebih dominan berpengaruh dalam menetukan derajat sosial seseorang. Pergeseran ini semakin kental seiring perkembangan kehidupan.

SUMBER : http://sosbud.kompasiana.com/2011/08/24/pergeseran-status-sosial-dalam-masyarakat-bugis-makassar/