Judul : Reog Ponorogo. Menari di Antara Dominasi
dan Keragaman
Penulis : Muhammad Zamzam Fauzannafi
Penerbit : Kepel Press, 2005, Yogyakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : 205
Reog Ponorogo, seperti
namanya lahir di bumi Ponorogo, sebuah daerah di Jawa Timur. Reog Ponorogo
sebagai kesenian rakyat banyak berperan dalam kehidupan masyarakat berdasarkan
adat istiadat setempat. Di samping sebagai alat penghibur yang amat digemari,
reog juga sering dipergunakan pada arakan pengantin, perayaan dan upacara adat
seperti bersih desa, atau pun pada perayaan nasional seperti memperingati
Proklamasi dan sebagainya. Dengan demikian disamping sebagai alat hiburan Reog
Ponorogo pun mempunyai peranan simbolik yang bersifat mistik. Bagi orang-orang
yang percaya dapat dipergunakan sebagai penolak bala, penolak sial dan
sebagainya.
Dalam penampilannya reog biasanya terdiri dari
dhadhak merak (penari bertopeng kepala harimau, dengan seekor merak bertengger
di atasnya dan bulu-bulu ekornya tersusun menjulang ke atas), jathilan (penari
laki-laki/perempuan) yang memerankan prajurit, warok (laki-laki berbadan
gempal, berkumis dan bercambang serta berpakaian hitam), pemeran Raja Klono
Sewandono serta Patih Bujangganong. Ditambah pemain gamelan dan penggemarnya
(di sana dikenal dengan sebutan tiyang hok’e).
Pada masa lalu reog tidak
lepas dari tradisi gemblakan dan minuman keras. Gemblak adalah laki-laki muda
dan tampan yang dipelihara warok untuk “kesenangan”, sebagai pengganti wanita.
Bagi warok “berdekatan” dengan wanita dapat melunturkan kesaktian. Tradisi
gemblak untuk saat ini sudah tidak ada. Tetapi tradisi minum minuman keras
masih sulit untuk dihilangkan.
Untuk melestarikan dan menggembangkan
reog, serta menghilangkan unsur-unsur negatif ada beberapa hal yang dilakukan
pemerintah daerah Ponorogo, diantaranya menggadakan festival reog. Sehingga di
sana ada dua istilah reog, yaitu reog festival dan reog obyogan (reog tanggapan
umum). Reog festival penuh dengan aturan, urutan adegan, kostum dan gendingya
sudah ditentukan. Sedang reog obyogan lebih bebas, adegan tidak harus lengkap
dan urut, kostum dan gending juga lebih bebas. Reog Ponorogo sampai saat ini
masih lestari dengan segala perkembangan dan dinamikanya.
Faktor utama yang
mempengaruhi penyebaran Reog Ponorogo ini adalah daya pesona Reog Ponorogo yang
demikian kuat sehingga sangat disenangi oleh penontonnya. Disamping itu
orang-orang Ponorogo sendiri mempunyai rasa kebanggaan yang tebal terhadap
kesenian tersebut. Sehingga bila seniman reog berpindah tempat terdapat
kecenderungan mereka mendirikan suatu unit kesenian Reog Ponorogo di tempat
“perantauan” itu.
Kelebihan : Buku ini menceritakan
sebuah cerita populer di masyarakat Ponorogo tentang tarian reog yang merupakan
kebudayaan dari Kota Ponorogo itu sendiri. Kelebihan dari buku ini terletak
pada kreativitas penulis yang menyoroti aspek-aspek sosial-politik yang
terdapat didalam kesenian. Pendekatan yang diambil penulis sebuah pilihan
kreatif yang berharga di tengah khasanah pustaka tentang kesenian di tanah air
yang pada umumnya berorientasi tekstual. Penulis juga berhasil menyuguhkan informasi,
seputar konteks reog ponorogo secara menawan dan rinci, serta menawarkan ‘pembacaan’
atasnya secara kritis. Itulah kekuatan buku ini.
Kekurangan : Terletak pada judulnya
karena pembaca mungkin mengharapkan informasi yang lengkap tentang apa itu reog
ponorogo. Dalam buku ini penulis tidak bercerita tentang makna – makna dibalik
pertunjukkan reog ponorogo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar